Ketika seseorang bertanya kepada Bard, chatbot canggih milik Google, apakah AI akan menggantikan guru, jawabannya tegas: “Tidak dalam waktu dekat.” Hal ini juga diamini oleh banyak ahli. Seorang teman pernah bercanda bahwa hanya hati yang patah yang bisa memulihkan hati lainnya. Artinya, hingga AI mampu merasakan emosi manusia seperti cinta, kehilangan, atau harapan, guru tetap menjadi figur sentral dalam membentuk karakter generasi mendatang.
Namun, pertanyaan besar tetap menggelayuti komunitas pendidikan: bagaimana dampak AI terhadap profesi mereka? Jawabannya adalah transformatif—AI tidak akan menggantikan guru, tetapi akan menjadi alat bantu yang kuat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Potensi Positif AI di Dunia Pendidikan
AI memiliki potensi luar biasa untuk merevolusi cara belajar. Beberapa manfaat yang dapat diberikan oleh teknologi ini antara lain:
Sebagai contoh nyata, Donnie Piercey, seorang guru di Kentucky, menggunakan ChatGPT untuk melibatkan siswanya dalam aktivitas bernama “Find the Bot.” Siswa diminta menganalisis ringkasan teks tentang Muhammad Ali dan mencari tahu mana yang ditulis oleh teman sekelas dan mana yang dihasilkan oleh AI. Aktivitas ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga melatih keterampilan kritis siswa.

Ancaman yang Harus Diwaspadai
Namun, ada sisi gelap dari penggunaan AI. Generative AI seperti ChatGPT dapat digunakan untuk mencontek, menyebarkan informasi salah, atau bahkan memperkuat bias gender dan ras. Oleh karena itu, beberapa langkah penting harus diambil oleh guru:

Peran Guru di Era AI
AI bukan ancaman, melainkan mitra. Sebagai asisten virtual, AI dapat membantu guru fokus pada tugas-tugas strategis seperti:
Namun, tanggung jawab utama tetap ada di tangan guru. Seperti kata pepatah, “Buku dan internet tak akan pernah menggantikan guru,” begitu pula AI. Guru harus tetap menjadi pemimpin dalam ruang kelas.

Langkah Menuju Masa Depan
Revolusi AI di pendidikan adalah keniscayaan. Untuk mempersiapkan generasi muda, beberapa langkah harus diambil:

Kesimpulan
AI tidak akan menggantikan guru, tetapi ia akan mengubah cara mengajar dan belajar. Guru harus tetap menjadi pusat pendidikan, namun mereka juga harus berkembang bersama teknologi. Dengan mempersiapkan siswa untuk bertanya lebih baik, berpikir kritis, dan beradaptasi dengan perubahan, dapat dipastikan bahwa AI menjadi alat yang memberdayakan, bukan mengancam.
Seperti yang dikatakan oleh Momo Bertrand, spesialis pendidikan dari World Bank, “Jika sekolah gagal mempersiapkan generasi muda untuk era mesin berpikir, konsekuensinya bagi perdamaian sosial dan ekonomi bisa fatal.” Jadi, mari jadikan AI sebagai mitra, bukan musuh, dalam perjalanan menuju pendidikan yang lebih inklusif dan demokratis.

Referensi
Tinggalkan Komentar